Offline
MENGAWAL AMANAT KONSTITUSI "REALISASI PENDIDIKAN GRATIS"
DPRD Sumut dan Civitas Akademika UISU Bahas Pendidikan Gratis di Parlemen Goes to Campus
Published on 14/06/2025 22:58 • Updated 14/06/2025 23:27
Parlementaria
Penyerahan Piagam Penghargaan Oleh Station Manager News And Rhythm Online Radio, Gambar dari Kiri ke kanan : DR. Zakaria, Ridwan Nasution SSos.,M.Kom.I, H. Ahmad Hadian Kardiadinata,S.Pd.I.,MAP, Amy Mauliddya

Medan, 12 Juni 2025 – Suasana diskusi hangat dan penuh semangat menyelimuti Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) pada Kamis kemarin. Program "Parlemen Goes to Campus" edisi kali ini, yang didukung penuh oleh Humas DPRD Provinsi Sumatera Utara, mengangkat tema krusial: "Mengawal Amanat Konstitusi: Peran DPRD dan Civitas Akademika dalam Realisasi Pendidikan Gratis."


Acara dibuka Oleh Host Amy Mauliddya dan diikuti dengan khidmatnya lagu kebangsaan Indonesia Raya, yang diikuti seluruh peserta dengan penuh penghayatan. Kemudian, Prof. Dr. Safrida, S.E., M.Si, selaku Rektor UISU, menyampaikan kata pembuka. Beliau menegaskan bahwa program ini adalah inisiatif yang sangat positif. "Manfaatkan diskusi ini semaksimal mungkin untuk membuka ruang berpikir yang lebih objektif," pinta Ibu Rektor. "Kami semua di civitas akademika siap terintegrasi untuk melaksanakan amanat ini. Semoga apa yang kita diskusikan hari ini membawa keberkahan dari Allah SWT dan pencerahan bagi UISU di masa mendatang."


Diskusi di awali oleh Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS, H. Ahmad Hadian Kardiadinata, S.Pd.I.,MAP, mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan dasar (SD dan SMP) gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta. Hadian menilai kebijakan ini perlu dikaji ulang secara komprehensif, terutama karena implementasinya akan sulit bagi sekolah swasta.


Menurutnya, sekolah swasta beroperasi secara mandiri dengan dana dari yayasan, iuran siswa, dan swadaya masyarakat. Meskipun ada bantuan BOS dari pemerintah, jumlahnya masih terbatas dan tidak mencukupi untuk menyetarakan kesejahteraan guru swasta dengan guru ASN. Hadian menegaskan, jika pemerintah ingin sekolah swasta gratis, maka negara harus bertanggung jawab penuh atas pembiayaan operasional dan gaji guru, yang harus disetarakan dengan guru ASN.
Ia mendorong pemerintah pusat, DPR RI, dan pemangku kepentingan pendidikan untuk membahas implementasi kebijakan ini secara realistis. Hadian juga menyatakan bahwa putusan ini tidak terlalu bermasalah bagi sekolah negeri karena operasionalnya sudah dibiayai APBN dan APBD, namun ia menekankan agar sekolah negeri benar-benar bebas dari pungutan tersembunyi.
Intinya, Hadian menilai menggratiskan seluruh sekolah SD dan SMP, khususnya sekolah swasta, tidak realistis. Oleh karena itu, putusan MK harus dikaji ulang, dan masyarakat sebaiknya diberi pilihan antara sekolah negeri gratis atau sekolah swasta.


Diskusi berlanjut dengan opini tajam dari Dekan FISIP UISU, Bapak Ridwan Nasution, S.Sos., M.Si. Beliau menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi terkait pendidikan gratis. "Anggaran pendidikan kita terus naik, tapi angka putus sekolah di tingkat dasar juga masih tinggi," ujarnya. "Bagaimana kita bisa mewujudkan Indonesia Emas 2045 jika SDM kita tidak memadai dan tidak unggul? Ini naif."


Menurut Pak Ridwan, para elit dan pemimpin di Indonesia belum menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama untuk perubahan. Ia berkaca pada Korea, Jepang, dan Amerika yang sukses meningkatkan kualitas hidup dan negara mereka melalui pendidikan. "Seharusnya, dari tingkat atas hingga bawah, kita semua berkomitmen membawa negara ini ke arah yang lebih baik melalui pendidikan," tegasnya. Amanat undang-undang sebenarnya sudah memprioritaskan pendidikan berkualitas, dan komitmen aturannya pun sudah ada, namun implementasinya belum terlihat jelas.
Ia juga menyoroti perbedaan praktik di lapangan antara sekolah negeri dan swasta. Sekolah negeri seharusnya membantu masyarakat kurang mampu dengan pendidikan gratis, sementara sekolah swasta melayani masyarakat mampu. Namun, kenyataannya, banyak orang mampu memanfaatkan 'jalur khusus' (ordal) agar anak mereka bisa masuk sekolah negeri favorit, sehingga jatah anak-anak kurang mampu namun berprestasi justru terambil.


Dr. Zakaria, seorang akademisi dari UISU, ikut menambahkan pandangannya. Ia menggarisbawahi bahwa terminologi "gratis" sebenarnya tidak ada. "Berdasarkan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Sisdiknas, pemerintah wajib menyediakan pendidikan gratis yang baik dan berkualitas untuk masyarakatnya," jelasnya. "Pendidikan ini bukan kebaikan pemerintah, melainkan tanggung jawab mereka, amanat konstitusi. Siapapun presidennya, masyarakat berhak mendapatkan pendidikan gratis yang baik dan berkualitas." Ia berharap forum ini menjadi wadah bagi DPRD Provinsi untuk menggagas dan menginisiasi bentuk pengawasan terhadap implementasi pendidikan gratis ini.


Diskusi terus bergulir yang dipandu dengan apik oleh Host Amy Mauliddya yang diikuti dengan berbagai pertanyaan menarik dari peserta yang hadir langsung maupun daring melalui WhatsApp dari pendengar di situs www.newsandrhythm.com. Acara ditutup dengan penyerahan plakat dan sesi foto bersama, menandai berakhirnya diskusi yang produktif ini.(Ron)

Comments
Comment sent successfully!