Offline
TUMBLER BUKAN SEKEDAR BOTOL
Tapi Fashion Statement GenZ
Published on 08/12/2025 10:15
Lifestyle

Medan - Bagi mahasiswa Gen Z, tumbler kini bukan sekadar wadah minum. Warna, bentuk, hingga mereknya mencerminkan gaya hidup, tren, bahkan kepedulian terhadap lingkungan. Dari kampus hingga kafe, tumbler hadir bukan hanya untuk mengurangi plastik sekali pakai, tapi juga menegaskan identitas anak muda di tengah derasnya budaya populer.

Di lobi kampus, deretan tumbler terlihat menemani mahasiswa yang sedang bercengkerama. Ada yang bergambar karakter kartun,ada yang polos dengan nuansa monokrom,adapula yang penuh stiker komunitas. Sekilas tampak biasa, tetapi setiap tumbler punya cerita tersendiri.

Fenomenaini semakin jelas terlihat di media sosial. Di TikTok, misalnya, video dengan tagar #tumbler sudah ditonton jutaan kali. Dari konten unboxing,review desain terbaru, hingga tips memadukan tumbler dengan outfit, tren ini menjalar cepat ke berbagai lini. Instagram juga tak kalah ramai unggahan bertema “tumbler estetik” kerap masuk ke beranda anak muda.

Menurut survei e-commerce Tokopedia pada 2023, penjualan tumbler meningkat hingga 2,5 kali lipat dibanding tiga tahun sebelumnya. Lonjakan ini bukan hanya karena kebutuhan praktis, tetapi juga karena tumbler dipandang sebagai produk lifestyle. Brand besar hingga UMKM lokal berlomba merilis desain kreatif yang memadukan fungsi dengan gaya.Tren ini ikut diamati PAIAS (Pemuda PeduliAlam Sekitar), sebuah komunitas lingkungan di Medan.Menurut Khalish yang merupakan salah satu aktivis mahasiswa dari komunitas PAIAS, tumbler sudah masuk dalam budaya populer. “Orang sekarang tidak hanya memikirkan fungsinya untuk minum, tapi juga gaya hidup sehat, praktis, sekaligus bagian dari style mereka,” ujarnya.

Khalis bukan hanya bagian dari aktivis mahasiswa,tapi juga koordinator komunitas lingkungan PAIAS yang sejak awal bergerak lewat pendekatan kreatif, memanfaatkan tren populer untuk mengedukasi. Perspektifnya penting karena memperlihatkan bagaimana isu serius seperti lingkungan bisa sesuai ke dalam gaya yang lebih dekat dengan keseharian Gen Z.

Tren tumbler juga hadir dimedia sosial seperti foto outfit of the day(OOTD)kerap dilengkapi tumbler sebagai pelengkap gaya, sementara tagar seperti #StayHydrated atau #EcoLifestyle ramai dibagikan di TikTok dan Instagram. Tidak jarang, penjualan tumbler edisi terbatas pun laris di e-commerce, menandakan tingginya minat anak muda pada produk ini.

Aktivis lingkungan sekaligus pendiri inisiatif anak muda bernama Seabolga yaitu Yuli Efriani melihat tren ini sebagai fenomena baru yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Ia mencontohkan seperti pada saat seminar kampus yang dulu memberi merchandise berupa pulpen atau buku catatan, kini lebih sering mengganti dengan tumbler. “Sekarang tumbler bahkan jadi bagian dari fashion. Ada yang sengaja membeli karena modelnya cantik, atau sekadar ingin sama seperti milik temannya,” katanya.

Dampak dari kebiasaan sederhana ini sebenarnya cukup besar. Satu botol plastik sekali pakai membutuhkan puluhan tahun untuk terurai, bahkan beberapa bagian tidak bisa didaur ulang. Dengan membawa tumbler, mahasiswa ikut mengurangi beban sampah jangka panjang.

Untuk menjaga semangat keberlanjutan, PAIAS meluncurkan program Santap Sejuk Eco- Tumbler. Melalui program ini, mahasiswa yang membawa tumbler bisa mendapatkan minuman gratis.“Kami sengaja menyentuh gaya hidup populer mahasiswa. Mereka senang yang praktis, sehat, sekaligus keren. Dari situ, kami masukkan pesan soal lingkungan,” jelas Khalish.

Khalish berharap, budaya membawa tumbler tidak hanya berhenti di kampus. “Tujuan kami bukan sekadar tren, tapi kebiasaan. Kalau sudah menjadi kebiasaan, otomatis akan melekat menjadi budaya,” ujarnya.

Yuli pun menutup dengan pesan serupa. “Mahasiswa adalah generasi intelektual. Kita punya tanggung jawab bahkan terhadap perubahan iklim. Satu tumbler yang digunakan bisa mengurangi banyak sampah plastik. Sederhana, tapi dampaknya besar.”

Di balik semua itu, tumbler tetap memberi dampak nyata. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, Indonesia menghasilkan sekitar 66 juta ton sampah pada 2022, dan 17% di antaranya adalah plastik. Satu botol plastik sekali pakai membutuhkan waktu lebih dari 50 tahun untuk terurai. Membawa tumbler mungkin terlihat sederhana, tetapi jika dilakukan konsisten, kontribusinya signifikan.

Pada akhirnya, tumbler bukan sekadar tren sesaat. Kehadirannya di kampus, kafe, hingga linimasa media sosial menunjukkan bahwa anak muda punya cara unik menggabungkan gaya dan kepedulian. Di tangan Gen Z, wadah minum ini adalah simbol dari identitas, gaya hidup, sekaligus langkah kecil untuk bumi yang lebih sehat.

Apa yang menarik, tumbler tidak hanya berbicara soal fungsi, tetapi juga soal fashion statement.Desainyangberagam,mulai dari minimalis, pastel, hingga edisi terbatas kolaborasi brand ternama, memberi ruang bagi Gen Z untuk menunjukkan selera mereka. Membawa tumbler bukan hanya kebiasaan praktis, melainkan juga bagian dari citra diri.

Pada akhirnya, tumbler menghadirkan narasi baru bagi generasi ini. Ia membuktikan bahwa kepedulian terhadap lingkungan tak harus terpisah dari gaya. Dari wadah sederhana, tumbler menjelma menjadi simbol: tentang identitas, konsistensi, sekaligus komitmen pada bumi yang lebih baik.

Comments
Comment sent successfully!