Tarutung, 9 Desember 2025
Ratusan warga di sejumlah desa terpencil Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, terpaksa berjalan kaki hingga 7–15 kilometer melewati medan berlumpur dan lereng curam hanya untuk membeli beras, minyak goreng, dan kebutuhan pokok lainnya. Kondisi ini terjadi hampir dua pekan setelah banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah tersebut pada akhir November lalu.
Desa-desa seperti Sitompul, Sipagabu, Pansurnapitu, dan beberapa dusun di Kecamatan Pagaran serta Kecamatan Siatas Barita hingga kini masih terisolir total dari akses kendaraan roda dua maupun empat. Jalan penghubung utama putus di belasan titik, jembatan terban rusak berat, dan material longsor masih menutupi badan jalan.
“Ibu saya sudah tua, tapi terpaksa ikut jalan kaki membawa karung beras 10 kilo di punggung. Kalau tidak, anak-anak di rumah tidak makan,” cerita Parluhutan Situmorang (34), warga Desa Sitompul, kepada wartawan di Posko Pengungsian Tarutung, Senin (8/12/2025).
Setiap hari, puluhan warga berangkat sejak subuh menuju kota kecamatan atau Tarutung yang jaraknya bisa mencapai 12–15 km sekali jalan. Mereka membawa karung kosong, membeli kebutuhan di pasar terdekat, lalu kembali membawa beban puluhan kilogram di punggung atau di kepala. Anak-anak sekolah pun ikut berjalan kaki karena angkutan sekolah tidak bisa masuk.
Camat Pagaran, Rehobot Simanjuntak, mengakui kondisi ini sudah berlangsung hampir dua pekan. “Kami sudah berkoordinasi dengan BPBD dan Dinas PUPR provinsi, alat berat sudah mulai masuk, tapi memang medan sangat sulit. Target kami akhir Desember 2025 sebagian besar akses sudah bisa dilalui motor trail dulu,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Dinas Sosial terus menyalurkan bantuan logistik melalui helikopter TNI AU untuk desa-desa yang benar-benar tidak bisa dijangkau jalur darat. Namun, jumlah bantuan masih terbatas dan tidak bisa setiap hari karena terkendala cuaca.
Hingga berita ini diturunkan, tercatat 28 desa di 7 kecamatan di Taput masih dalam status terisolir akibat bencana hidrometeorologi November lalu. Warga berharap perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan bisa segera tuntas agar mereka tidak lagi harus berjalan kaki berjam-jam hanya untuk bertahan hidup